Walikota Pekalongan Resmi Membuka Kegiatan Pengarusutamaan Gender (PUG) Secara Virtual

Walikota Pekalongan, H.M. Saelany Machfudz, SE membuka kegiatan advokasi Pengarusutamaan Gender (PUG) yang digelar secara virtual di Ruang Media Center Covid-19. Kegiatan tersebut akan dilaksanakan dalam waktu 3 hari, yaitu tanggal 12 Oktober 2020-14 Oktober 2020. Peserta diambil dari perwakilan tiga orang disetiap kelurahan meliputi tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi, dan fasilitator pemberdayaan masyarakat. Adapun pengisi materi dalam kegiatan advokasi PUG ini yaitu, Sekda Kota Pekalongan, Sri Ruminingsih, SE, M.Si, Plt. Kepala DPMPPA Kota Pekalongan, Soesilo S.H., serta Penggiat Gender, Krisana dan Muhandis.

Saelany mengungkapkan, bahwa Pengarusutamaan Gender masih menjadi isu yang cukup kompleks dan sering terjadi di tengah-tengah masyarakat. Untuk itulah, Pemerintah Kota Pekalongan merasa terpanggil untuk terus hadir dalam memberikan jaminan kesetaraan gender bagi masyarakat.

“Kegiatan ini juga bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan yang komprehensif tentang konsep, prinsip dan analisis gender, sehingga dapat menggali isu gender serta manfaat pengarusutamaan gender (PUG) dalam pembangunan daerah, serta meningkatkan kapasitas kelembagaan dalam pelaksanaan PUG diantara pemangku kepentingan,” kata Saelany.

Saelany juga menyampaikan bahwa pengarusutamaan gender juga telah menjadi garis kebijakan pemerintah sejak keluarnya Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000. Dimana, instruksi tersebut menggariskan bahwa seluruh departemen maupun lembaga pemerintah non-departemen di pemerintah pusat, provinsi, maupun kota/ kabupaten harus melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi pada kebijakan dan program pembangunan.

Saelany menyampaikan, jika dikaitkan dengan tahap-tahap strategi perjuangan perempuan, sebetulnya Indonesia sudah melewati era WID (Women In Development) dan era GAD (Gender And Development). Kini Indonesia telah berada di era GM (Gender Mainstream). Maka di era Gender Mainstream ini, faktor kebijakan harus menjadi fokus. Sulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender, jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender.

“Oleh karena itu, sekali lagi, melalui kegiatan Advokasi Pengarusutamaan Gender ini, harapannya setiap instansi lembaga pemerintah dapat membentuk Pokja PUG, sebagaimana diamanahkan dalam Inpres Nomor 9 Tahun 2000, serta dapat lebih memiliki landasan kerja dalam pelaksanaannya. Dan tentunya, hal ini juga harus melibatkan masyarakat secara penuh, karena masyarakat sendirilah yang menjadi garda terdepan dalam setiap penanganan problematika gender,” tutur Saelany.